Belajar Dari Pengalaman
Abu Musa al-Atsari
Dalam mengarungi samudra kehidupan ini, manusia memiliki prinsip dasar hidup yang berbeda-beda. Setiap mereka berpegang teguh dengan norma-norma yang telah diatur dan ditata oleh setiap prinsip masing-masing. Jika ada suatu kelompok yang mengejek atau menghina aturan yang lain, maka mereka tidak terima dan membalas lebih dari sekedar ejekan atau hinaan. Wajar saja jika gesekan antara satu sama lain terkadang tak dapat dihindarkan. Dan akhirnya dapat berwujud permusuhan, saling benci, saling melecehkan, bahkan bisa berbuntut kepada perkelahian dan pembunuhan. Itulah manusia yang memiliki sifat enggan direndahkan dan selalu ingin lebih tinggi dan lebih kuat dari yang lainnya.
Ketika mereka begitu perhatian dengan prinsip dasar hidup masing-masing, tenggelam dengan norma-normanya dan menjunjung tinggi segala aturan adat-istiadat, ternyata mereka lupa atau bahkan sengaja melupakan sebuah aturan yang jauh lebih berhak untuk dipegang dan diikuti dari pada semua aturan yang ada, yaitu aturan agama. Sebuah aturan yang berbuah kedamaian antar sesama. Sebuah prinsip yang menerangi manusia dari gelap-gulitanya ketidaktahuan menuju terangnya cahaya ilmu. Sebuah syariat sempurna yang mengajak kita untuk berfikir bahwa setiap manusia telah diciptakan sama oleh Rabb alam semesta meskipun daerah, suku dan warna kulit saling berbeda. Tidak ada nilai lebih bagi hamba di sisi-Nya melainkan dengan ketakwaan dan keimanan. Inilah agama Islam, agama satu-satunya yang diterima di sisi Allah Yang Maha Kuasa.